.......
Pfuuuhhh…. Berulang
kali saya mencoba menarik-membuang napas panjang.
“Ok mbak..
coba kita ulang. Kita naik lagi ke jalur sblumnya, memastikan jalurnya.”
Dua kali
diulang, tetep sama, tetep ketemu jurang.
Pikiran
semakin dan semakin berantakan. Tubuh saya pun semakin lelah. Kembali saya
mencoba tenang, dan tentu saja berdoa.
“Mbak,,
mungkin sebelah sini. Agak susah sih emang naiknya, tapi kita coba aja.”
Yaaa… kami
melupakan jalur ini. Lumayan menanjak. Saya pun melangkah ke atas.
Daaaaaaaan…
jujur saya seperti melihat malaikat.
Aaahh..
mungkin seperti berlebihan. Tapi di tengah badai, di gunung sperti ini, di
jalan yang tersesat, menemukan orang lain ada di tengah kita itu benar-benar
menambah energy :D
Mas Bayu,
mas Arsyan (temen setimnya mas Haekal) muncul di depan saya.
Dengan
spontan saya melambaikan tangan dan berteriak. “aaahh… mas Bayuuuuu..!!! mbak
Dian,, ada mas Bayu.”
“lhoo… kalian turun juga?” mbak Dian memulai
percakapan.
“Iyya...
Fisik mungkin ok kalo dipaksa, tapi cuacanya yang ga ok nih. Ga usah dipaksain
lha sampe puncak dengan cuaca begini. Trus kalo udah sampe puncak, ngapain?
Waaa... gue sampe puncak. Udah gitu aja. View nya juga cuma kabut. Tapi blom
lagi perjuangan turunnya dengan kondisi badan yang udah ga fit.” Mas Bayu berkomentar.
“waaa… bener
juga lo Bay.” Mbak Dian malah ikut membenarkan.
Yaaa… Mas
Bayu mungkin ada benernya. Ga sampe
puncak bukan berarti kita gagal. Sampe Puncak juga bukan berarti kita hebat :)
Finally… mas
Arsyan menemukan jalur selanjutnya. Kesasar berjamaahnya pun usai sudah :D
Tak lama
kami berlalu dari jalur yang menyesatkan tadi, kami mendengar teriakan
memanggil mbak Dian. Dan ternyata teriakan berasal dari mbak Nina.
Kami pun
memperlambat langkah. Adalah mbak Nina, mbak Lia, Adhi, dan mbak Indri yang
berada di belakang kami.
“lhooo… kok
pada turun juga?” mbak Dian heran. Begitu juga dengan saya.
“cuacanya ga
memungkinkan gini. Bahaya juga. Kita sepakat buat turun deh. Cuma Hamzah sama
Endah tuh yang masih nyoba sampe puncak.” Mbak Indri menyahut.
“waaaa….
Keputusan Adin emang tepat yaaa… jadi malah ikut turun semua… hahaha…” mbak
Dian kegirangan semuanya gagal
muncak. Hahahaa.. ada-ada aja.
Sekitar
pukul 3 lebih waktu setempat, akhirnya
kami sampai kembali di Pelawangan.Segera langsung berbenah diri, dan menghangatkan tubuh.
Hmm..
sekitar sejam lebih sejak kami tiba di tenda, mbak Endah dan Hamzah pun sampai
kembali di tenda. Dan ternyata mereka juga tidak sampai ke puncak. Hamzah
hipotermi. Maka dengan segala keberatan hati summit tak dapat diwujudkan. Hanya mas Haikal yang berhasil sampe puncak.
Saya tau ada
raut kecewa dari ketidakberhasilan muncak ini. Yaa… saya lebih suka menyebutnya
tidak berhasil daripada gagal :) Karena buat saya orang yang gagal adalah orang
tidak pernah mencoba. Tapi kami,, kami sudah mencoba dan berusaha semampu dan
semaksimal mungkin. Hal ini tentu bisa dikatakan lebih dari sekedar berhasil
(menurut saya). Karena keberhasilan itu ditentukan dari sejauh mana dan sekuat
apa kamu berjuang.
Dan waktu
terus berjalan… terang berganti gelap. Kami memutuskan untuk bermalam lagi di
Pelawangan, dan memutuskan untuk turun ke Danau Segara Anak esok hari. Cukup
sudah kelelahan hari ini. Waktunya istirahat. Tapi sebelumnya diselingi canda
tawa di tenda. Curcol dan obrolan saya bersama Adhi dan Hamzah di tenda 1.
Kmudian ibu-ibu lainnya menggosip di tenda sebelah :D
Adhi bilang
: “Heran deh ngeliat perempuan ini yaaa… ada aja yang dibahas.. Nanti belum
siap satu pembahasan, pasti udah bahas yang laen.”
Saya dan
Hamzah tertawa.
Dan saya..??
Ya… anggap saja malam ini saya berpihak dengan Adhi dan Hamzah. Melupakan
gender saya. Hahaha…
Tak hanya
antara kami, beberapa pendaki asal Makassar tiba-tiba datang berkunjung.
Sekedar berkenalan, berbagi cerita. Dan selanjutnya pendaki dari Makassar ini
sukses kita panggil mas-mas Makassar krn kita ga hapal namanya..hihihi... Dan
yang diinget dari mas-mas Makassar ini adalah ikan asin nya. Hahaha… yaaa..
masakan ikan asin mereka sukses menggiurkan kami. Terutama tim ibu-ibu (tapi
tidak termasuk saya :D)
Selasa, 15 Mei 2012
Lagi-lagi
kebiasaan ibu-ibu rempong ini yaaa… packing aja lama :D
Dan hari ini
kami bersiap menuju Danau Segara Anak. Packing pun berlangsung sejam lebih.
Jadwal turun pun meleset dari perkiraan. Kesiangan >.<
Danau Segara
Anak sudah terlihat dari tempat kami nge-camp. Dan perkiraan harusnya tidak butuh
waktu lama untuk sampai disana.
Tapi
kenyataannyaaaaa… kami harus jalan memutar. Yaaa.. karena memang seperti itu
jalurnya. Mungkin kalo bisa merosot dari Pelawangan, udah merosot aja deh biar
cepet sampe. Aaahh… khayalan bodoh :D
Langkah
kembali diayunkan. Jalur awal masih aman, dan kami berpapasan dengan tim
bapak-bapak bersepeda (ketemu mereka adalah bonus. Sekumpulan bapak-bapak
bersepeda ke Rinjani. Salut.)
- salah satu dari beberapa pendaki bersepeda - |
Semakin
menurun, jalur semakin arrgghh... kembali membuat frustasi. Jalur yang dilewati
adalah jalur berbatu, harus ekstra hati-hati. Dan tak jarang kaki terselip
karena pijakan ke batu tak stabil. Tak jarang pula tubuh harus terduduk,
menggerakkan tubuh seperti mengesot demi menuruni bebatuan, keril pun
tersangkut sesekali.
Jalur
berbatu ini cukup panjang.. bahkan hampir 80% jalur Pelawangan – Segara Anak
seperti ini. Hanya kekuatan hati yang bisa menguatkan saya untuk tetap
melangkah. Bersyukur di kanan kiri terhampar pandangan yang memanjakan mata,
sedikit dapat menghilangkan rasa lelah yang mulai terasa. Bukit, pepohonan,
rerumputan, dan bahkan pucuk-pucuk edelweiss menemani perjalanan menuju Segara
Anak.
Semakin
mendekati Danau Segara Anak, jalur membaik. Adalah tanah yang mulai dipijak. Ada
beberapa jembatan yang kami lewati. Jalan mulai melandai. Dan kami lagi-lagi
berpapasan dengan tim mas Tege.
Hmm.. disini
ada adegan melepas kangen antara mbak Indri dengan tim mas Tege (begitu katanya
:D) Tapi saya tau lebih dari itu. Apapun itu,, berpapasan dengan mereka
membangkitkan semangat saya kembali. Sekedar ngobrol ngalur ngidul sampai
foto-foto sejenak pun dilakukan.
- with temen2 rombongan mas Tege - |
Hari sudah
semakin sore. Danau Segara Anak semakin terlihat. Tapi justru langkah saya
semakin melambat. Yaaa… kaki saya sepertinya sudah sampai pada titik kelelahan.
Dan yang menemani saya saat ini adalah Adhi. Perlahan tapi pasti saya
melangkah. Mungkin Adhi udah gerah pengen nyusul, tapi mana mungkin tega.
Hihihi… anyway… thanks Adhi ^_^
17.00 WITA
saya akhirnya sebagai peserta terakhir yang sampai di Segara Anak, disusul tim
nya mas Haekal.
Hai Danau
Segara Anak.
Saya pun
menikmati sore yang berbeda. Wudhu dengan air danau, mengabadikan gambar,
sampai melihat para pendaki memancing. Adhi dan Hamzah yang niat mancing malah
ga jadi mancing. Yang ada malah memancing dengan duit a.k.a beli ikan dari
porter yang mancing :D
- hai, Segara Anak :) - |
Kegiatan
sore pun dilanjutkan dengan nyebur ke air panas. Yaaa… di sisi lain Segara
Anak, ada aliran air panas. Mbak Endah dengan semangat mengajak yang lain untuk
ikutan. Maka bersama Adhi, Hamzah, mbak Indri, mbak Dian, dan Achie, mereka
menuju lokasi yang dimaksud. Sementara mbak Nina dan mbak Lia lupa daratan
karena terlalu asik dengan kamera masing-masing hingga ga sadar kalo udah
ditinggal yang lain :D Sedangkan saya, memutuskan untuk tetap di tenda karena
kaki yang masih tak bisa diajak kompromi.
Langit mulai
gelap. Saatnya makan malam. Dengan ikan hasil “pancingan” Adhi dan Hamzah. Makan
malam ini adalah makan dengan menu termewah. Apalagi sore tadi mbak Lia dan
yang lainnya sempat membuat sup buah. Ya.. . buah yang dibawa dari bawah
kemarin belum ada kita sentuh. Maka dengan keahlian ibu-ibu ini, jadilah sup
buah ala kadarnya. Nikmatnya Dunia :D
Duduk
melingkar menghadap api unggun, malam ini sungguh menyenangkan. Mas Haekal dan
kawan-kawan juga ikut nimbrung. Alunan gitar kecil mas Dion (temennya mas
Haekal juga) menambah meriah malam ini. Cerita,, tertawa,, dan bernyanyi
bersama. Sampai tak terasa waktu semakin larut. Dinginnya malam semakin
terasa,, dan api unggun pun sudah saatnya padam, maka kami pun saatnya
beristirahat. Mengumpulkan kembali energy untuk perjalanan esok hari.
Rabu, 16 Mei 2012
Matahari
mengintip dari balik perbukitan yang mengelilingi Danau Segara Anak. What a great morning..!! ^_^
- Pagi, Segara Anak :) - |
Setelah
sholat shubuh, kami semua turun ke danau sekedar hunting foto dan ngobrol.
Masih juga bersama timnya mas Haekal. Secangkir kopi yang dibawa mas Bayu dan
secangkir teh mas Arsyan sukses kami jarah dan dinikmati bersama. Indahnya
kebersamaan… :)
Oh iya… hari
ini harusnya menjadi hari yang special. Harusnya ada momen yang lebih dari
sekedar kami berfoto dan ngobrol. Kang Roni, harusnya kamu ada disini,
memperingati hari ultahmu di Danau Segara Anak. Momen yang sangat kita
nantikan. Kita pernah memimpikan apa yang akan terjadi disini jika saat ini
tiba. Tapi, saya kini hanya sendiri menyadari momen ini. Saya hanya mendoakanmu
di hari ini, dari sini, Danau Segara Anak. Sinyal tak ada,, jadi menghubungimu
pun tak bisa. Yaaaa… saya menikmati momen ini sendiri, masih dengan seragam
kebanggaan kita.. yang sejak sore kemarin saya tiba disini tidak saya ganti :D
Well…
sekitar pukul tujuh lebih, kami memutuskan untuk menjelajahi kembali lokasi
aliran air panas. Berhubung saya, mbak Nina, dan mbak Lia belum menikmati
tempat itu. Tapi apalah daya, belum sampai setengah perjalanan, kaki saya
ngilu. Masih berusaha dipaksa untuk melangkah, tapi ga berhasil. Dengan berat
hati saya kembali ke tenda, istirahat. Perjalanan menuju Senaru nantinya masih
panjang, jadi tak perlu dipaksakan untuk saat ini, pikir saya.
11.00 WITA
kami melangkah meninggalkan Segara Anak.
Melewati
aliran air yang arusnya mungkin tak seberapa deras, tapi dengan memanggul
keril, cukup membuat langkah goyah. Saatnya bergandengan tangan agar tak
terjadi hal-hal yang tak diinginkan :)
Langkah demi
langkah diayunkan. Tujuan kali ini adalah Pelawangan – Senaru. Beberapa menit
langkah masih menyusuri pinggiran danau. Jalan landai, sedikit bebatuan,
menanjak, menurun, yaaa… buat saya jalur ini masih bisa ditolerir.
Sampai di
ujung jalur danau, jalan mulai menanjak. Dengan vegetasi rerumputan setinggi
pinggang saya, dan beberapa pohon yang menjulang tinggi. Jalan setapak yang
terus menanjak. Meski terus menanjak, sejauh jalur ini saya masih merasa ini
lebih baik daripada 7 bukit penyiksaan dari arah Sembalun :D
Jalur masih
terus menanjak, mulai ada bebatuan besar yang berarti langkah harus ekstra
hati-hati. Kelelahan mulai datang. Saya pun akhirnya dipaksa untuk melepas
keril oleh mbak Nina dan mbak Lia. Meskipun saya yakin saya masih kuat. Tapi
bagi mereka wajah saya memucat dan dengan jalur yang terus seperti ini tak
perlu memaksakan diri.
Saya pun
akhirnya memasrahkan diri melepas keril dan menyerahkannya ke Hamzah. Di satu
sisi melangkah tanpa keril memang lebih baik dan nyaman buat saya, tapi di sisi
lain saya lagi-lagi merepotkan orang lain. Aaaahh… >.<
Sekitar
pukul setengah 1 lebih kami sampai di jalur landai. Dan cukup luas untuk
beristirahat sejenak. Disini sudah ada tim bapak-bapak bersepeda yang kami
temui kemarin. Jadwal mereka makan siang, sedangkan kami cukup menikmati
sepotong coklat, karena tak punya waktu banyak untuk istirahat.
Perjalanan
kembali di lanjutkan. Sampai pada satu titik, jalur ekstrim di mulai. Saatnya
rock climbing :D jalur dengan sudut hampir 90 derajat. Yaaa.. disini sudah ada
mas Haekal yang dengan langkah seribunya sudah sampai duluan di jalur ini.
Kembali menjadi hero :) , mas Haekal membantu kami melewati jalur ini. Jalur
yang harus ekstra hati-hati melewatinya. Thanks bro Haekal ^_^
Jalur masih
terus menanjak, view Segara Anak dan Gunung Baru Jari di bawah sana masih jelas
terlihat. Dan merupakan obat ketika saya sudah merasa begitu lelah. Indah
sekali ^_^
- jalur paska longsor - |
Jalur paska
longsor beberapa bulan lalu pun kami lewati. Wow… jujur memang cukup
mengkhawatirkan lewat di jalur ini. Saya abadikan lokasi ini sejenak.
“Din… kamu
kalo mau foto agak kesana lagi deh.” Mbak Dian tiba-tiba nyeletuk.
“Hah..??
kenapa?” saya menjawab bingung.
“Ini yang
bekas longsor lhooo… takutnya nanti… ngeri ih…”
“Iya..sini-sini..
geser kesini.” Mbak Lia menambahi dan menyuruh saya bergerak dari tempat saya
berdiri saat ini.
Ya..ya..ya..
saya ngerti maksud mbak Dian dan mbak Lia.
Aura tempat
ini memang… ah.. ntahlah.. Tapi saya tak berpikir sampai sejauh itu. Yaaa…
Semoga Tuhan terus melindungi kami.
Kembali
menemui jalur berbatu curam yang memaksa kami kembali merangkak, bahkan
memanjat. Rinjani… luar biasa. Complete trek. Tanah, savana, tanjakan, turunan,
bukit, pasir, air, sampai batu, semua ada disini.
14.00 WITA
kami akhirnya tiba di Pelawangan – Senaru.
Tanah berumput
terbentang luas. Cukup untuk sekedar kami meluruskan kaki. Menikmati coklat,
keju, dan biskuit. Dan cukup kaget ternyata sampai di lokasi ini ada yang
jualan. Tapi harganya luar biasa sekali sodara-sodara. Untuk sebotol coca-cola
kecil dihargai 25 ribu. Whaaatt..??
yaaah.. kalau dibandingkan dengan jalur yang harus dilewati mencapai
lokasi ini emang sesuai sih. Tapi tetep aja bikin kaget. Dan tentu saja target
pasar warung-warung ini adalah para turis manca Negara. Karena terbukti jalur
ini banyak dilewati bule.
Kami pun
melanjutkan perjalanan. Dan tak jarang kami berpapasan dengan bule. Jalur
Senaru-Pelawangan sepertinya menjadi jalur favorit para bule.
Jalur kini
mulai menurun. Perjalanan kembali ditemani padang rumput, meski tak seindah
jalur Sembalun-Pelawangan. Dan langkah saya kembali melambat. Bahkan lambat
sekali. Ngilu. Kaki saya terasa sangat ngilu ketika langkah diayunkan. Oh
Tuhan… sakitnya benar-benar tak bisa diajak kompromi. Trekking pull mbak Nina
pun dihibahkan ke saya. Dan cukup membantu meskipun kecepatan langkah saya tak
bertambah T___T
Saya jalan
terseok-seok saat ini. Adalah mbak Dian dan Adhi yang menemani saya sore ini.
Bolak-balik goyah dan hampir jatuh, mbak Dian yang memapah saya. Aaahh.. kali
kedua mbak Dian dan Adhi ada disamping saya dengan setia. Terharu :’)
Langit sudah
mulai tak terang. Ah… langkah saya menghambat perjalanan. Mungkin harusnya kami
sudah sampai pos 2, dan bermalam disana untuk menghemat waktu ketika turun
menuju Senaru. Tapi apalah daya, karena saya jalan terseok-seok, kami harus
menghabiskan malam di pos 3. Saya, mbak Dian, dan Adhi sampai di pos 3 jam
17.30 WITA. Tak berapa lama,, terlihat sunset nan indah dari lokasi ini. Dan
tentu saja tak bisa dilewatkan :)
- senja dari pos 3 Senaru - |
Setelah sunset,
langit pun menyuguhkan bintang yang luar biasa banyaknya. Yaa… ini lah malam
terakhir kami di gunung. Tapi malam ini cukup dinikmati sebentar saja, karena
kami harus segera istirahat mengingat besok pagi harus berangkat pagi-pagi buta
agar sampai Senaru tidak kesorean.
Kamis, 17 Mei 2012
05.00 WITA
kami semua sudah melek. Segera beres-beres. Sembari ditemani teh panas, tenda
mulai dirubuhkan, packing dimulai.
Dan demi
memanfaatkan waktu yang ada, packing pun disambil dengan sarapan. Saya, mbak
Indri, dan mbak Lia yang sudah lebih duluan membereskan keril masing-masing
mengambil posisi layaknya seorang ibu pagi ini. Menyuapi anak-anaknya :D
07.30 WITA
semuanya beres… perjalanan siap dilanjutkan.
Jalur kali
ini cukup bersahabat. Memasuki hutan, dan kami hanya butuh mengikuti jalur setapak
yang menurun.
09.30 WITA
Pos 2, we’re coming.
Beristirahat
cukup lama di pos 2. Hamzah dan Adhi bertugas mengambil air di sumber air
beberapa ratus meter di bawah pos 2. Mengingat air yang kami bawa dari pos 3
berasa aneh. Begitu ketemu sumber air disini, langsung saja mengggantinya dan
mengisi penuh semua botol minuman yang ada.
Sedangkan ibu-ibu lainnya malah “nabung” berjamaah :D yang kebetulan di
pos ini tersedia bilik tertutup untuk sekedar “menabung” hajat yang sudah
ditahan ntah sejak kapan :D
Cukup sudah
selonjoran disini. Perjalanan kembali dilanjutkan. Dan kali ini, dengan langkah
saya yang masih terseok-seok, saya ditemani Hamzah dan mbak Dian. Kali kesekian
mbak Dian bersama saya. Aaahh.. mbak Dian. Sosok yang baru saya kenal,, tapi
sangat membantu dan berarti buat saya. Sabar sekali menemani saya. Lagi-lagi
saya terharu. Mengobrol sepanjang perjalanan, bertukar cerita hidup, tertawa,
maka perjalanan pun menjadi tak terasa sudah sampai di pos selanjutnya.
11.30 WITA
kami tiba di pos 1. Yaps… tujuan sudah smakin dekat.
12.30 WITA
kami tiba di Pintu Senaru. Aaahh… akhirnya sampai. Eh tapiii… ternyata belum,
kami harus menempuh jarak sekitar 2,5 km lagi untuk sampai di dunia luar
sebenarnya -__-“
Salah perkiraan.
Masih dengan
langkah gontai saya terus melangkah. Pelan tapi pasti. Dan ketika jam tangan
saya menunjukkan pukul 13.30 WITA, saya akhirnya sampai di Information Center
Taman Nasional Gunung Rinjani, Senaru, lagi-lagi sebagai peserta terakhir.
Finally… 5
hari 4 malam, terlewati sudah.
Mengistirahatkan
diri sejenak di Bale Bayan Senaru – warung makan yang ada di sekitar lokasi pos
Registrasi Senaru. Mie Instant rebus plus telur yang saya idamkan sejak sehari
lalu langsung jadi menu makan siang saya hari ini.
Hari sudah
semakin sore. Saatnya melanjutkan perjalanan. Ke destinasi selanjutnya.
Tapi
sayangnya destinasi selanjutnya tak dapat kami lalui bersama. Saya dan Achie
memutuskan akan ke Bandung esok harinya. Sedangkan yang lainnya akan
melanjutkan perjalanan ke Gili Kondo. Ah… sesungguhnya saya ingin sekali ikut
bersama mereka. Tapi kembali saya harus membuat pilihan. Mengambil keputusan.
Dan saya rasa keputusan ini adalah keputusan terbaik.
Kembali,,,
kamipun lagi-lagi merepotkan timnya mas Haekal. Saya dan Achie yang awalnya
bingung akan bermalam dimana hari ini, akhirnya ikut timnya mas Haekal untuk
melanjutkan perjalanan ke Gili Trawangan. Yaaa.. sekedar menghabiskan malam di
Trawangan, dan esok paginya akan ke Mataram, lalu ke Bandara bersama mas
Arsyan, yang kebetulan juga akan balik ke Jakarta duluan dibanding mas Haekal
dkk.
Saatnya
berpisah dengan mbak-mbak saya >> mbak Dian yang paling sabar dan lucu,
mbak Lia yang pendiem dan kecil seperti saya :) , mbak Nina yang jawa abis,
mbak Indri yang ceplas-ceplos, dan mbak Endah yang rela direpotin ketika
tiba-tiba saya, Achie dan Hamzah ngikut nimbrung di timnya ,, dan lelaki
terbaik dan terhebat selama perjalanan Adhi – Hamzah ^_^
Terimakasih
Tuhan untuk perjalanan ini. Petualangan ini.
Terimakasih
kepada kalian untuk perjalanan ini. Petualangan ini. Kepada kalian teman
seperjalanan, dan juga kepada kalian yang ada dalam semangat dan hati saya
sampai akhirnya saya dapat menyelesaikan perjalanan ini.
Perjalanan
terjauh,, dan Petualangan terhebat bagi saya.
Terimakasih
untuk semuanya. Apapun itu. Dan maaf untuk apapun, hal yang mungkin merepotkan
dan tersakiti.
Perjalanan Hati, Rinjani, 3726 mdpl,
13-17 Mei 2012