Minggu, 12 April 2015

Dia yang Dicari



Berat rasanya harus mempercayai kenyataan yang ada saat ini. Kenyataan bahwa jatah liburanku telah berakhir. 4 hari 3 malam di Karimun Jawa masih saja terasa kurang. Aku masih betah. Aku jatuh cinta pada pulau ini.

Sambil mengangkat kerilku, ku sempatkan melihat jam tanganku. Sudah pukul 7 tepat. Saatnya bergegas menuju pelabuhan. Aku bersama Sari, sahabat ku yang datang dari Bandung yang sengaja mengunjungiku di Yogya dan memaksaku untuk berlibur ke Karimun Jawa saat liburan semester tiba. Aku pun tak kuasa menolak, karena aku juga sudah lama ingin ke Karimun Jawa namun tak pernah menemukan waktu yang pas untuk berlibur bersama teman-teman kampusku. Dan ketika Sari menawarkan pilihan liburan yang kuidamkan, aku pun tak mungkin menyia-nyiakannya.

Aku, Sari, bersama beberapa orang lainnya yang bernaung pada satu travel tour pun sudah siap naik ke atas mobil pick-up yang siap mengantar kami ke pelabuhan. Yaaa… travel tour ini memang khusus backpacker a.k.a khusus wisatawan dengan low budget. Jadi yaaa.. fasilitas seadanya namun masih wajar.
Klakson kapal pun sudah dibunyikan. Pertanda kapal akan segera berangkat. Aku, Sari dan yang lainnya menjadi penumpang terakhir yang naik ke kapal feri ini. Kapal pun sudah berlayar, sementara aku dan Sari masih sibuk mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat selama di kapal.

Hari ini penumpang terlihat lebih ramai daripada saat kami berangkat 4 hari lalu. Kami pun merasa lebih sulit mencari tempat istirahat yang nyaman, meski hanya untuk duduk meleseh.

“Na, ke atas aja yuk!” Sari mengajakku untuk istirahat di bagian atap kapal.

“Panas, lha Sar..!” Jawabku.

“Kita lihat dulu. Makanya ayok buruan, mudah-mudahan masih ada tempat yang agak teduh.” Paksa Sari.

Aku pun menurut pada Sari. Dan benar saja, di atap kapal masih sepi. Hanya ada beberapa orang saja. Dan ku lihat ada tempat yang sedikit teduh. Aku pun segera mengambil tempat tersebut meski sudah ada 3 orang gadis yang duduk lebih dulu.

“Permisi, mbak. Kita boleh gabung? Belum ada orang yang nempatin kan?”

“Haah..!! Oh iya, silahkan. Enggak kok mbak. Kita cuma bertiga.”  Jawab si mbak dengan ekspresi awal agak terkaget karena saat itu dia sedang serius membaca buku.

“Terimakasih yaa…” Jawabku dan Sari.

Akhirnya aku pun bisa meletakkan kerilku dan meluruskan kaki setelah berkeliling kapal setengah jam lebih.

Aku pun segera mengeluarkan perlengkapan tidur. Keril kujadikan sebagai bantal, jaket untuk menutupi tubuh, dan slayer untuk menutupi wajah.  Yaaa… seperti biasa, kendaraan selalu membuatku mabuk. Dan kali ini siap-siap aku diserang mabuk laut kalau tidak segera tidur. Apalagi perjalanan ini akan ditempuh selama 6 jam.

“Sar, sorry yaaa.. seperti biasa.. hehehe..” aku pun berpamitan untuk tidur pada Sari.

“Ah, kamu… selalu deh. Kamu tidur, aku keliling kapal deh yaaa.. jagain nih tas aku juga.”

Sari sudah mulai paham kebiasaanku setiap melakukan perjalanan. Karena melakukan perjalanan bersamanya bukan kali pertama. Naik bus, pesawat, dan sekarang kapal. Penyakitku sama. Mabuk. Mabuk darat, laut, udara. Hanya berkendara dengan motor yang aku tidak akan mabuk. Dan obat mabukku adalah tidur.

Aku pun siap merebahkan diriku di lantai atap kapal feri ini. Sambil izin juga dengan si mbak yang di sebelahku.

“Mbak, maaf yaa.. saya tiduran dulu. Gak apa-apa kan mbaknya?”

“eh.. iya.. gak apa-apa mbak. Silahkan… masih lapang gini kok tempatnya.”

“hehehe… makasi ya mbak” aku pun berterimakasih sambil nyengir-nyengir ga jelas dan berusaha mengingat sesuatu.

Gadis ini wajahnya ga asing. Seperti pernah lihat dimana yaa..?? aku pun membatin. Berusaha mengingat. Aku pun bangun lagi dari posisi tidurku.

“Mbak… orang asli Karimun Jawa ya?” ku colek si mbak dan bertanya .

“hmm.. kenapa…?”

“Iyaaa.. mbaknya tinggal di Karimun Jawa atau Jepara?” aku menegaskan pertanyaanku.

“Oh… orang tua saya asli Semarang, tapi kami tinggal di Karimun Jawa. Kenapa mbak?” dia pun bertanya balik.

“Enggak… kita pernah ketemu gak ya? Wajah mbak ga asing.”

“Ah, masa sih? Saya ga pernah merasa ketemu mbak. Atau mungkin saya lupa. Euumm… tapi rasanya memang belum pernah.” Dia berusaha meyakinkanku.
Dan aku pun berusaha mengingat dimana aku pernah melihat si mbak ini.

“Mbak, sering bolak balik Karimun Jawa – Jepara ?”

“Enggak juga sih. Dulu saya SMA di Jepara. Yaa.. sebulan sekali saya pasti pulang ke Karimun Jawa. Tapi sejak lulus 4 tahun lalu, saya lebih sering tinggal di pulau. Saya terakhir ke Jepara 6 bulan lalu.”

“Setahun lalu mbak ada ke Jepara, ga?” aku sepertinya mulai mengingat sesuatu.

“hmmm….” Gadis cantik dihadapanku ini mulai berusaha mengingat.

“Ada sih beberapa kali. Bareng ibu, trus pernah jemput temenku yang mau liburan di pulau juga sih kalo ga salah.”

“Naaahh… pernah dimintai tolong buat foto-foto sekelompok wisatawan gitu ga mbak.?”

Aku semakin bersemangat ngobrol dengan gadis cantik ini. Dan seketika lupa akan mabuk laut ku.

“waaahh… ga ingat mbak. Dari jaman aku sering bolak-balik Karimun Jawa-Jepara, aku sering dimintai tolong buat foto-in orang-orang. Soalnya aku selalu duduk di atap kapal, dan pasti setiap orang yang ke atap kapal minta difoto. Jadi lumayan sering aku ambilin foto wisatawan gitu.”

“Yang setaun lalu mbak. Inget ga..?”

“Kenapa sih mbak?” nah lho… si mbak mulai heran dengan semua pertanyaanku.

“Enggak apa-apa mbak. Saya kan tadi bilang seperti pernah lihat wajah mbak. Saya sepertinya pernah lihat wajah mbak ada di salah satu foto seseorang. Hehehe…”



“Haaaahhh..!!”

“Mbak belum nikah kan?” pertanyaan kramat ini akhirnya terlontar.

“Be..lum..” dia pun menjawab dengan ekspresi bingung.

“Saya Nirina mbak, kalo mbak?” kusodorkan tanganku tanda perkenalan.

“Isna.” Jawabnya dengan nada yang masih bingung sambil menerima tanganku tanda perkenalan.

“Udah mbak, ga usah bingung. In Shaa Allah saya nanti main lagi ke Karimun Jawa, jadi kita kan bisa ketemu lagi dan jadi teman baik. Ya kan??  Saya istirahat dulu ya mbak. Udah mulai pusing.“

Aku pun langsung kembali merebahkan diri. Dan meninggalkan gadis cantik berhijab di samping ku ini yang masih bingung.

Sambil memejamkan mata aku pun tersenyum dibalik slayerku. Sempat kuintip kembali mbak Isna. Meski tadi sempat bingung, dia kembali membaca bukunya. Wajahnya kini tanpa ekspresi, dingin, sama seperti di foto candid si kakang.
Dan aku begitu bersemangat ingin segera menelepon kakang begitu sampai Yogya nanti. Dan bersiap mengajak kakang untuk liburan ke Karimun Jawa.

=================================================================


kisah ini  berkaitan dengan kisah sebelumnya >> DISINI

dan ceritanya bersambung apa enggak? we'll see.. hehehe...