Jumat, 26 Juni 2015

Kemanapun, Asal Bersamamu



“Kamu mau kita bulan madu kemana nanti, Nda?”
Tanyaku ketika kami sedang santai berdua di salah satu coffee shop favorit kami. Kulihat dia yang sedang mengacak-acak tasnya langsung menoleh kearahku.
“Haa.. Apa?”
“Kamu lagi nyari apa sih?”
Handphone… kayaknya ketinggalan di rumah deh.”
“Ya udah… aku kan disini. Handphone kan berguna kalau kita lagi LDR-an sayang. Tadi juga udah pamit ke mama.”
“Iiihh… kamu nih. Kalau ada yang hubungi aku? Siapa tau penting.”
Dia… selalu saja begitu. Bawel. Ada saja bantahan setiap aku berargumen. Dia, Arianda, calon istriku.
“Masih ada yang lebih penting dari aku…?”
“Huuu…”
“Hahahaha…”
“Tadi kamu nanya apa?”
“Gak jadi… udah lewat.”
Aku pun keburu kesal. Sudahlah… kupikir aku akan tanya lain waktu atau mungkin aku akan persiapkan sendiri tujuan wisata bulan madu kami. Yaaa.. itung-itung kejutan. Hari ini, kami lebih baik menghabiskan waktu untuk membahas persiapan pernikahan kami yang tinggal sebulan lagi.
***

“Siap…? Gak ada barang yang ketinggalan kan?” tanyaku memastikan.
“Kayaknya sih gak ada. Keril udah siap diangkut nih.”
Seminggu sudah kami resmi menyandang status sebagai suami dan istri. Dan perjalanan yang akan kami lakukan ini pun entah apa namanya. Bulan madu? Liburan? Atau petualangan?
Arianda, istriku, mengajakku untuk melakukan perjalanan ke Semeru. Iya… Gunung Semeru. Tujuan yang membuat banyak orang termasuk orang tua dan keluarga protes keras. Kalau biasanya pasangan pengantin baru berlibur atau bulan madu ke berbagai kota, pantai, atau wisata lainnya yang masih masuk akal dengan menginap di hotel, kami… malah mempersiapkan diri untuk menjelajahi gunung.
            Semeru, memang sudah masuk daftar tujuan perjalanan Arianda jauh sebelum mengenalku. Dia pernah bercerita tentang keinginannya ke Semeru sejak lama, sempat batal beberapa kali, tak menemukan waktu yang pas dengan beberapa teman, dan akhirnya, ketika dia punya kesempatan saat ini, cuti panjang dari pekerjaan paska menikah, dan punya aku (ehems…), dia pun tak melewatkan kesempatan yang ada.
“Makasi ya suamiku, udah mau nemeni aku sampai kesini.” Katanya sore itu sambil menikmati indahnya Ranu Kumbolo, ditemani secangkir kopi hangat.
“Terimakasih kembali, istriku. Mungkin aku juga gak akan pernah kemari kalau gak sama kamu. Euumm.. menikah dengan seorang petualang kayak kamu, mesti siap-siap nemeni kemana aja tujuan perjalanan yang kamu mau. Yaa.. asal sama kamu sih aku rela kemana aja.”
“huuu… gombal..!!” protesnya.
“Lhooo… iya dong. Buat aku, gak ada perjalanan, gak ada petualangan paling istimewa selain dengan teman hidup. Dan kalau kita sering melakukan perjalanan seperti ini, kita jadi makin tau karakter dari kita masing-masing, dan bisa semakin cinta kan…?”
“ahahaha… iya sih. Sok bijak… sok romantis kamu.”
Buatku, sore itu adalah sore pertama yang paling menyenangkan dan mengagumkan selama aku melakukan banyak perjalanan ke berbagai tempat. Dan aku ingin lebih banyak lagi sore yang mengangumkan, bersamanya.
“Aku juga mau menikah sama kamu karena kamu hobinya jalan-jalan lho, mas. Jadi… pasti mau nemeni aku kemana aja. Bahkan ke tempat ekstrim sekalipun.”
“Ahahahaha…” kamipun tertawa bersamaan.
***

            Aroma kopi yang semerbak membangunkan tidur nyenyakku. Kubuka mata, dan tersadar satu ciuman sudah mendarat di keningku.
“Selamat pagi, lelaki kesayangan…!!”
Ku lemparkan senyum termanisku pada Arianda.
“Hmmm… wangi kopi. Tumben banguni aku pake aroma kopi segala.”
“Biar kayak di iklan-iklan aja.”
“Ahahaha… kamu nih..”
“Ya udah bangun, sholat shubuh, terus diminum ya kopinya. Nda kebawah dulu, siapin sarapan.”
“Ok..!!” Jawabku singkat, sambil membiarkan Arianda berlalu ke lantai bawah, ke dapur, untuk menyiapkan sarapan.
            Masih setengah sadar, kuarahkan pandanganku ke layar komputer yang menyala. Yaaa.. kebiasaanku pun Arianda, setiap pagi setelah sholat shubuh pasti menyempatkan diri untuk online, berselancar di dunia maya. Entah sekedar membaca berita, cek email, atau cek notifikasi media sosial.
            Keindahan Bawah Laut Kepulauan Derawan. Kubaca judul besar yang tertulis di website yang terpampang di layar komputer. Kubaca singkat isi artikel yang tertulis di website tersebut dan melihat beberapa foto. Aku pun mengangguk pelan dan sedikit tersenyum.
“Mas Gentaaaa… udah sholat belum? Buruan turun yuk, sarapan..!!!.” Terdengar teriakan Arianda dari lantai bawah menyadarkan keseriusanku membaca artikel di website tersebut.
“Iya...iya...” Aku pun bergegas.
“Nda, masih ingat pertanyaanku sebulan sebelum kita menikah, waktu kita nongkrong di cafĂ© gak?” kubuka percakapan pagi itu di meja makan.
“Euumm… yang waktu handphone aku ketinggalan ya? Ya ampun… gimana mau ingat, apa pertanyaannya aja aku gak tau. Waktu itu aku minta kamu mengulang pertanyaannya kamu gak mau. Emang kenapa?”
“Oooh… ya udah deh. Gak apa-apa.”
“Tuh kaaann….!!”
“Ahahaha… udah… makan aja.”
***

“Bulan depan? Berau?”
            Kulihat wajah Arianda yang bengong sambil memegang tiket pesawat atas namaku dan namanya yang baru saja aku sodorkan.
“Iyaaa… urus cuti kamu ya…!!” kataku sambil tersenyum.
Detik itu pula Arianda memeluk erat tubuhku.
“Ya ampun maaaass… ini… kita mau ke…” Arianda seolah masih gak percaya.
“Iya sayaaaangg… Derawan.” Aku pun menegaskan.
***

Rona jingga langit Kalimantan, kepulauan Derawan  belum usai. Kami baru saja tiba di pulau ini. Salah satu tujuan perjalanan impian wanitaku.
“Pfuuuhh…!!” Arianda merebahkan tubuhnya di kasur salah satu penginapan yang kami sewa.
“Capek..?” tanyaku.
“Perjalanan yang panjang dan laaaamaaa… anyway makasi ya sayang untuk kejutannya. Kamu kok tau aku pengen banget ke Derawan? Dari kemaren-kemaren aku tanyain belum dijawab. Euum… sebentar..sebentar… kamu tau dari…”
Dasar Arianda… capek, tapi tetep bawel.
“Sudah… istirahat saja dulu. Besok dan beberapa hari ke depan pasti akan lebih melelahkan tapi juga pasti seru.” Kataku sambil mengelus kepalanya.
“Ya dooonngg… perjalanan pasti seru kalau ada aku.”
“Huuu… GR” Ku cubit pipinya sambil berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
***

“Mas… mas Genta… mas Genta kamu dimana?” kudengar teriakan Arianda dari dalam penginapan.
“Iya sayaaaang…aku diluar.” ku sahut panggilannya dengan sedikit berteriak dari luar penginapan, sambil mataku masih menatap mentari yang perlahan muncul.
Beruntung kami mendapatkan penginapan yang dibangun di atas laut. Sensasinya memang berbeda. Sekeliling penginapan hanya disuguhi pemandangan air laut. Sehingga tak butuh jarak yang jauh antara pintu penginapan dengan tempatku bersantai, di ujung anjungan tempat biasa kapal kecil berlabuh yang biasa mengantar jemput kami.
“Duduk sini.” Ku ajak Arianda duduk disampingku.
“Aaahh… berasa gak mau pulang ya mas. Nyaman banget. Meski capek keliling-keliling pulau, snorkeling, berenang bareng ubur-ubur, main-main pasir, melihat penyu dan manta. Gak rela kalau hari ini kita harus pulang.” Arianda berkomentar sambil matanya pun tertuju ke mentari yang semakin kelihatan, tanda pagi mulai menjelang.
“Sayang, Arianda istriku…” ku pegang tangan Arianda dan sedikit menariknya agar kami duduk berhadapan.
“Kamu gak perlu tau darimana aku tau kalau tempat ini adalah salah satu tujuan perjalanan impianmu. Mungkin kamu memang belum pernah cerita ke aku seperti kamu cerita soal betapa kamu sangat ingin ke Semeru. Tapi aku, akan selalu berusaha mencari tau apapun untuk bahagiamu. Terimakasih untuk satu tahun tetap setia menjadi orang yang pertama ku lihat di pagi hari dan menjadi orang yang terakhir ku lihat di malam hari. Kita sudah banyak melewati perjalanan mengagumkan, sehingga aku semakin tau karakter kamu, dan justru itu yang membuat aku semakin jatuh cinta padamu. Aku masih mau melewati banyak perjalanan mengagumkan bersamamu, yaaa mungkin kelak bersama jagoan-jagoan kecil kita. Laut, gunung, hutan, kemanapun asal denganmu.”
Arianda tersenyum sambil diletakkannya kedua tangannya di pipiku. Kemudian ku lihat wajahnya sedikit kaget.
“Eh iya… hari ini satu tahun pernikahan kita ya mas. Ya ampuuunn… kok bisa aku yang lupa. Kan biasanya kamu yang sering lupa sama hari-hari penting.”
Dan Arianda langsung menarik tubuhku, memelukku erat.
“Terimakasih juga ya sayang, untuk semuanya.”
 ***



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Awesome Journey” Diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan Nulisbuku.com