Berat
rasanya harus mempercayai kenyataan yang ada saat ini. Kenyataan bahwa jatah
liburanku telah berakhir. 4 hari 3 malam di Karimun Jawa masih saja terasa
kurang. Aku masih betah. Aku jatuh cinta pada pulau ini.
Sambil
mengangkat kerilku, ku sempatkan melihat jam tanganku. Sudah pukul 7 tepat. Saatnya
bergegas menuju pelabuhan. Aku bersama Sari, sahabat ku yang datang dari Bandung
yang sengaja mengunjungiku di Yogya dan memaksaku untuk berlibur ke Karimun Jawa
saat liburan semester tiba. Aku pun tak kuasa menolak, karena aku juga sudah
lama ingin ke Karimun Jawa namun tak pernah menemukan waktu yang pas untuk
berlibur bersama teman-teman kampusku. Dan ketika Sari menawarkan pilihan
liburan yang kuidamkan, aku pun tak mungkin menyia-nyiakannya.
Aku,
Sari, bersama beberapa orang lainnya yang bernaung pada satu travel tour pun
sudah siap naik ke atas mobil pick-up yang siap mengantar kami ke pelabuhan.
Yaaa… travel tour ini memang khusus backpacker a.k.a khusus wisatawan dengan
low budget. Jadi yaaa.. fasilitas seadanya namun masih wajar.
Klakson
kapal pun sudah dibunyikan. Pertanda kapal akan segera berangkat. Aku, Sari dan
yang lainnya menjadi penumpang terakhir yang naik ke kapal feri ini. Kapal pun
sudah berlayar, sementara aku dan Sari masih sibuk mencari tempat yang nyaman
untuk beristirahat selama di kapal.
Hari ini
penumpang terlihat lebih ramai daripada saat kami berangkat 4 hari lalu. Kami
pun merasa lebih sulit mencari tempat istirahat yang nyaman, meski hanya untuk
duduk meleseh.
“Na, ke atas
aja yuk!” Sari mengajakku untuk istirahat di bagian atap kapal.
“Panas,
lha Sar..!” Jawabku.
“Kita
lihat dulu. Makanya ayok buruan, mudah-mudahan masih ada tempat yang agak teduh.”
Paksa Sari.
Aku
pun menurut pada Sari. Dan benar saja, di atap kapal masih sepi. Hanya ada
beberapa orang saja. Dan ku lihat ada tempat yang sedikit teduh. Aku pun segera
mengambil tempat tersebut meski sudah ada 3 orang gadis yang duduk lebih dulu.
“Permisi,
mbak. Kita boleh gabung? Belum ada orang yang nempatin kan?”
“Haah..!!
Oh iya, silahkan. Enggak kok mbak. Kita cuma bertiga.” Jawab si mbak dengan ekspresi awal agak
terkaget karena saat itu dia sedang serius membaca buku.
“Terimakasih
yaa…” Jawabku dan Sari.
Akhirnya
aku pun bisa meletakkan kerilku dan meluruskan kaki setelah berkeliling kapal
setengah jam lebih.
Aku
pun segera mengeluarkan perlengkapan tidur. Keril kujadikan sebagai bantal,
jaket untuk menutupi tubuh, dan slayer untuk menutupi wajah. Yaaa… seperti biasa, kendaraan selalu membuatku
mabuk. Dan kali ini siap-siap aku diserang mabuk laut kalau tidak segera tidur.
Apalagi perjalanan ini akan ditempuh selama 6 jam.
“Sar,
sorry yaaa.. seperti biasa.. hehehe..” aku pun berpamitan untuk tidur pada
Sari.
“Ah,
kamu… selalu deh. Kamu tidur, aku keliling kapal deh yaaa.. jagain nih tas aku
juga.”
Sari
sudah mulai paham kebiasaanku setiap melakukan perjalanan. Karena melakukan
perjalanan bersamanya bukan kali pertama. Naik bus, pesawat, dan sekarang
kapal. Penyakitku sama. Mabuk. Mabuk darat, laut, udara. Hanya berkendara
dengan motor yang aku tidak akan mabuk. Dan obat mabukku adalah tidur.
Aku pun
siap merebahkan diriku di lantai atap kapal feri ini. Sambil izin juga dengan
si mbak yang di sebelahku.
“Mbak,
maaf yaa.. saya tiduran dulu. Gak apa-apa kan mbaknya?”
“eh..
iya.. gak apa-apa mbak. Silahkan… masih lapang gini kok tempatnya.”
“hehehe…
makasi ya mbak” aku pun berterimakasih sambil nyengir-nyengir ga jelas dan
berusaha mengingat sesuatu.
Gadis ini
wajahnya ga asing. Seperti pernah lihat dimana yaa..?? aku pun membatin. Berusaha
mengingat. Aku pun
bangun lagi dari posisi tidurku.
“Mbak…
orang asli Karimun Jawa ya?” ku colek si mbak dan bertanya .
“hmm..
kenapa…?”
“Iyaaa..
mbaknya tinggal di Karimun Jawa atau Jepara?” aku menegaskan pertanyaanku.
“Oh…
orang tua saya asli Semarang, tapi kami tinggal di Karimun Jawa. Kenapa mbak?”
dia pun bertanya balik.
“Enggak…
kita pernah ketemu gak ya? Wajah mbak ga asing.”
“Ah,
masa sih? Saya ga pernah merasa ketemu mbak. Atau mungkin saya lupa. Euumm…
tapi rasanya memang belum pernah.” Dia berusaha meyakinkanku.
Dan
aku pun berusaha mengingat dimana aku pernah melihat si mbak ini.
“Mbak,
sering bolak balik Karimun Jawa – Jepara ?”
“Enggak
juga sih. Dulu saya SMA di Jepara. Yaa.. sebulan sekali saya pasti pulang ke
Karimun Jawa. Tapi sejak lulus 4 tahun lalu, saya lebih sering tinggal di
pulau. Saya terakhir ke Jepara 6 bulan lalu.”
“Setahun
lalu mbak ada ke Jepara, ga?” aku sepertinya mulai mengingat sesuatu.
“hmmm….” Gadis cantik
dihadapanku ini mulai berusaha mengingat.
“Ada
sih beberapa kali. Bareng ibu, trus pernah jemput temenku yang mau liburan di
pulau juga sih kalo ga salah.”
“Naaahh…
pernah dimintai tolong buat foto-foto sekelompok wisatawan gitu ga mbak.?”
Aku semakin
bersemangat ngobrol dengan gadis cantik ini. Dan seketika lupa akan mabuk laut
ku.
“waaahh…
ga ingat mbak. Dari jaman aku sering bolak-balik Karimun Jawa-Jepara, aku
sering dimintai tolong buat foto-in orang-orang. Soalnya aku selalu duduk di
atap kapal, dan pasti setiap orang yang ke atap kapal minta difoto. Jadi lumayan
sering aku ambilin foto wisatawan gitu.”
“Yang
setaun lalu mbak. Inget ga..?”
“Kenapa
sih mbak?” nah lho… si mbak mulai heran dengan semua pertanyaanku.
“Enggak
apa-apa mbak. Saya kan tadi bilang seperti pernah lihat wajah mbak. Saya sepertinya
pernah lihat wajah mbak ada di salah satu foto seseorang. Hehehe…”
“Haaaahhh..!!”
“Mbak
belum nikah kan?” pertanyaan kramat ini akhirnya terlontar.
“Be..lum..”
dia pun menjawab dengan ekspresi bingung.
“Saya
Nirina mbak, kalo mbak?” kusodorkan tanganku tanda perkenalan.
“Isna.”
Jawabnya dengan nada yang masih bingung sambil menerima tanganku tanda
perkenalan.
“Udah
mbak, ga usah bingung. In Shaa Allah saya nanti main lagi ke Karimun Jawa, jadi
kita kan bisa ketemu lagi dan jadi teman baik. Ya kan?? Saya istirahat dulu ya mbak. Udah mulai
pusing.“
Aku
pun langsung kembali merebahkan diri. Dan meninggalkan gadis cantik berhijab di
samping ku ini yang masih bingung.
Sambil
memejamkan mata aku pun tersenyum dibalik slayerku. Sempat kuintip kembali mbak Isna. Meski tadi sempat bingung, dia kembali membaca bukunya. Wajahnya kini
tanpa ekspresi, dingin, sama seperti di foto candid si kakang.
Dan aku
begitu bersemangat ingin segera menelepon kakang begitu sampai Yogya nanti. Dan
bersiap mengajak kakang untuk liburan ke Karimun Jawa.
=================================================================
kisah ini berkaitan dengan kisah sebelumnya >> DISINI
dan ceritanya bersambung apa enggak? we'll see.. hehehe...
dan ceritanya bersambung apa enggak? we'll see.. hehehe...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar