Jumat, 26 Juni 2015

Kemanapun, Asal Bersamamu



“Kamu mau kita bulan madu kemana nanti, Nda?”
Tanyaku ketika kami sedang santai berdua di salah satu coffee shop favorit kami. Kulihat dia yang sedang mengacak-acak tasnya langsung menoleh kearahku.
“Haa.. Apa?”
“Kamu lagi nyari apa sih?”
Handphone… kayaknya ketinggalan di rumah deh.”
“Ya udah… aku kan disini. Handphone kan berguna kalau kita lagi LDR-an sayang. Tadi juga udah pamit ke mama.”
“Iiihh… kamu nih. Kalau ada yang hubungi aku? Siapa tau penting.”
Dia… selalu saja begitu. Bawel. Ada saja bantahan setiap aku berargumen. Dia, Arianda, calon istriku.
“Masih ada yang lebih penting dari aku…?”
“Huuu…”
“Hahahaha…”
“Tadi kamu nanya apa?”
“Gak jadi… udah lewat.”
Aku pun keburu kesal. Sudahlah… kupikir aku akan tanya lain waktu atau mungkin aku akan persiapkan sendiri tujuan wisata bulan madu kami. Yaaa.. itung-itung kejutan. Hari ini, kami lebih baik menghabiskan waktu untuk membahas persiapan pernikahan kami yang tinggal sebulan lagi.
***

“Siap…? Gak ada barang yang ketinggalan kan?” tanyaku memastikan.
“Kayaknya sih gak ada. Keril udah siap diangkut nih.”
Seminggu sudah kami resmi menyandang status sebagai suami dan istri. Dan perjalanan yang akan kami lakukan ini pun entah apa namanya. Bulan madu? Liburan? Atau petualangan?
Arianda, istriku, mengajakku untuk melakukan perjalanan ke Semeru. Iya… Gunung Semeru. Tujuan yang membuat banyak orang termasuk orang tua dan keluarga protes keras. Kalau biasanya pasangan pengantin baru berlibur atau bulan madu ke berbagai kota, pantai, atau wisata lainnya yang masih masuk akal dengan menginap di hotel, kami… malah mempersiapkan diri untuk menjelajahi gunung.
            Semeru, memang sudah masuk daftar tujuan perjalanan Arianda jauh sebelum mengenalku. Dia pernah bercerita tentang keinginannya ke Semeru sejak lama, sempat batal beberapa kali, tak menemukan waktu yang pas dengan beberapa teman, dan akhirnya, ketika dia punya kesempatan saat ini, cuti panjang dari pekerjaan paska menikah, dan punya aku (ehems…), dia pun tak melewatkan kesempatan yang ada.
“Makasi ya suamiku, udah mau nemeni aku sampai kesini.” Katanya sore itu sambil menikmati indahnya Ranu Kumbolo, ditemani secangkir kopi hangat.
“Terimakasih kembali, istriku. Mungkin aku juga gak akan pernah kemari kalau gak sama kamu. Euumm.. menikah dengan seorang petualang kayak kamu, mesti siap-siap nemeni kemana aja tujuan perjalanan yang kamu mau. Yaa.. asal sama kamu sih aku rela kemana aja.”
“huuu… gombal..!!” protesnya.
“Lhooo… iya dong. Buat aku, gak ada perjalanan, gak ada petualangan paling istimewa selain dengan teman hidup. Dan kalau kita sering melakukan perjalanan seperti ini, kita jadi makin tau karakter dari kita masing-masing, dan bisa semakin cinta kan…?”
“ahahaha… iya sih. Sok bijak… sok romantis kamu.”
Buatku, sore itu adalah sore pertama yang paling menyenangkan dan mengagumkan selama aku melakukan banyak perjalanan ke berbagai tempat. Dan aku ingin lebih banyak lagi sore yang mengangumkan, bersamanya.
“Aku juga mau menikah sama kamu karena kamu hobinya jalan-jalan lho, mas. Jadi… pasti mau nemeni aku kemana aja. Bahkan ke tempat ekstrim sekalipun.”
“Ahahahaha…” kamipun tertawa bersamaan.
***

            Aroma kopi yang semerbak membangunkan tidur nyenyakku. Kubuka mata, dan tersadar satu ciuman sudah mendarat di keningku.
“Selamat pagi, lelaki kesayangan…!!”
Ku lemparkan senyum termanisku pada Arianda.
“Hmmm… wangi kopi. Tumben banguni aku pake aroma kopi segala.”
“Biar kayak di iklan-iklan aja.”
“Ahahaha… kamu nih..”
“Ya udah bangun, sholat shubuh, terus diminum ya kopinya. Nda kebawah dulu, siapin sarapan.”
“Ok..!!” Jawabku singkat, sambil membiarkan Arianda berlalu ke lantai bawah, ke dapur, untuk menyiapkan sarapan.
            Masih setengah sadar, kuarahkan pandanganku ke layar komputer yang menyala. Yaaa.. kebiasaanku pun Arianda, setiap pagi setelah sholat shubuh pasti menyempatkan diri untuk online, berselancar di dunia maya. Entah sekedar membaca berita, cek email, atau cek notifikasi media sosial.
            Keindahan Bawah Laut Kepulauan Derawan. Kubaca judul besar yang tertulis di website yang terpampang di layar komputer. Kubaca singkat isi artikel yang tertulis di website tersebut dan melihat beberapa foto. Aku pun mengangguk pelan dan sedikit tersenyum.
“Mas Gentaaaa… udah sholat belum? Buruan turun yuk, sarapan..!!!.” Terdengar teriakan Arianda dari lantai bawah menyadarkan keseriusanku membaca artikel di website tersebut.
“Iya...iya...” Aku pun bergegas.
“Nda, masih ingat pertanyaanku sebulan sebelum kita menikah, waktu kita nongkrong di cafĂ© gak?” kubuka percakapan pagi itu di meja makan.
“Euumm… yang waktu handphone aku ketinggalan ya? Ya ampun… gimana mau ingat, apa pertanyaannya aja aku gak tau. Waktu itu aku minta kamu mengulang pertanyaannya kamu gak mau. Emang kenapa?”
“Oooh… ya udah deh. Gak apa-apa.”
“Tuh kaaann….!!”
“Ahahaha… udah… makan aja.”
***

“Bulan depan? Berau?”
            Kulihat wajah Arianda yang bengong sambil memegang tiket pesawat atas namaku dan namanya yang baru saja aku sodorkan.
“Iyaaa… urus cuti kamu ya…!!” kataku sambil tersenyum.
Detik itu pula Arianda memeluk erat tubuhku.
“Ya ampun maaaass… ini… kita mau ke…” Arianda seolah masih gak percaya.
“Iya sayaaaangg… Derawan.” Aku pun menegaskan.
***

Rona jingga langit Kalimantan, kepulauan Derawan  belum usai. Kami baru saja tiba di pulau ini. Salah satu tujuan perjalanan impian wanitaku.
“Pfuuuhh…!!” Arianda merebahkan tubuhnya di kasur salah satu penginapan yang kami sewa.
“Capek..?” tanyaku.
“Perjalanan yang panjang dan laaaamaaa… anyway makasi ya sayang untuk kejutannya. Kamu kok tau aku pengen banget ke Derawan? Dari kemaren-kemaren aku tanyain belum dijawab. Euum… sebentar..sebentar… kamu tau dari…”
Dasar Arianda… capek, tapi tetep bawel.
“Sudah… istirahat saja dulu. Besok dan beberapa hari ke depan pasti akan lebih melelahkan tapi juga pasti seru.” Kataku sambil mengelus kepalanya.
“Ya dooonngg… perjalanan pasti seru kalau ada aku.”
“Huuu… GR” Ku cubit pipinya sambil berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
***

“Mas… mas Genta… mas Genta kamu dimana?” kudengar teriakan Arianda dari dalam penginapan.
“Iya sayaaaang…aku diluar.” ku sahut panggilannya dengan sedikit berteriak dari luar penginapan, sambil mataku masih menatap mentari yang perlahan muncul.
Beruntung kami mendapatkan penginapan yang dibangun di atas laut. Sensasinya memang berbeda. Sekeliling penginapan hanya disuguhi pemandangan air laut. Sehingga tak butuh jarak yang jauh antara pintu penginapan dengan tempatku bersantai, di ujung anjungan tempat biasa kapal kecil berlabuh yang biasa mengantar jemput kami.
“Duduk sini.” Ku ajak Arianda duduk disampingku.
“Aaahh… berasa gak mau pulang ya mas. Nyaman banget. Meski capek keliling-keliling pulau, snorkeling, berenang bareng ubur-ubur, main-main pasir, melihat penyu dan manta. Gak rela kalau hari ini kita harus pulang.” Arianda berkomentar sambil matanya pun tertuju ke mentari yang semakin kelihatan, tanda pagi mulai menjelang.
“Sayang, Arianda istriku…” ku pegang tangan Arianda dan sedikit menariknya agar kami duduk berhadapan.
“Kamu gak perlu tau darimana aku tau kalau tempat ini adalah salah satu tujuan perjalanan impianmu. Mungkin kamu memang belum pernah cerita ke aku seperti kamu cerita soal betapa kamu sangat ingin ke Semeru. Tapi aku, akan selalu berusaha mencari tau apapun untuk bahagiamu. Terimakasih untuk satu tahun tetap setia menjadi orang yang pertama ku lihat di pagi hari dan menjadi orang yang terakhir ku lihat di malam hari. Kita sudah banyak melewati perjalanan mengagumkan, sehingga aku semakin tau karakter kamu, dan justru itu yang membuat aku semakin jatuh cinta padamu. Aku masih mau melewati banyak perjalanan mengagumkan bersamamu, yaaa mungkin kelak bersama jagoan-jagoan kecil kita. Laut, gunung, hutan, kemanapun asal denganmu.”
Arianda tersenyum sambil diletakkannya kedua tangannya di pipiku. Kemudian ku lihat wajahnya sedikit kaget.
“Eh iya… hari ini satu tahun pernikahan kita ya mas. Ya ampuuunn… kok bisa aku yang lupa. Kan biasanya kamu yang sering lupa sama hari-hari penting.”
Dan Arianda langsung menarik tubuhku, memelukku erat.
“Terimakasih juga ya sayang, untuk semuanya.”
 ***



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Awesome Journey” Diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan Nulisbuku.com

Minggu, 12 April 2015

Dia yang Dicari



Berat rasanya harus mempercayai kenyataan yang ada saat ini. Kenyataan bahwa jatah liburanku telah berakhir. 4 hari 3 malam di Karimun Jawa masih saja terasa kurang. Aku masih betah. Aku jatuh cinta pada pulau ini.

Sambil mengangkat kerilku, ku sempatkan melihat jam tanganku. Sudah pukul 7 tepat. Saatnya bergegas menuju pelabuhan. Aku bersama Sari, sahabat ku yang datang dari Bandung yang sengaja mengunjungiku di Yogya dan memaksaku untuk berlibur ke Karimun Jawa saat liburan semester tiba. Aku pun tak kuasa menolak, karena aku juga sudah lama ingin ke Karimun Jawa namun tak pernah menemukan waktu yang pas untuk berlibur bersama teman-teman kampusku. Dan ketika Sari menawarkan pilihan liburan yang kuidamkan, aku pun tak mungkin menyia-nyiakannya.

Aku, Sari, bersama beberapa orang lainnya yang bernaung pada satu travel tour pun sudah siap naik ke atas mobil pick-up yang siap mengantar kami ke pelabuhan. Yaaa… travel tour ini memang khusus backpacker a.k.a khusus wisatawan dengan low budget. Jadi yaaa.. fasilitas seadanya namun masih wajar.
Klakson kapal pun sudah dibunyikan. Pertanda kapal akan segera berangkat. Aku, Sari dan yang lainnya menjadi penumpang terakhir yang naik ke kapal feri ini. Kapal pun sudah berlayar, sementara aku dan Sari masih sibuk mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat selama di kapal.

Hari ini penumpang terlihat lebih ramai daripada saat kami berangkat 4 hari lalu. Kami pun merasa lebih sulit mencari tempat istirahat yang nyaman, meski hanya untuk duduk meleseh.

“Na, ke atas aja yuk!” Sari mengajakku untuk istirahat di bagian atap kapal.

“Panas, lha Sar..!” Jawabku.

“Kita lihat dulu. Makanya ayok buruan, mudah-mudahan masih ada tempat yang agak teduh.” Paksa Sari.

Aku pun menurut pada Sari. Dan benar saja, di atap kapal masih sepi. Hanya ada beberapa orang saja. Dan ku lihat ada tempat yang sedikit teduh. Aku pun segera mengambil tempat tersebut meski sudah ada 3 orang gadis yang duduk lebih dulu.

“Permisi, mbak. Kita boleh gabung? Belum ada orang yang nempatin kan?”

“Haah..!! Oh iya, silahkan. Enggak kok mbak. Kita cuma bertiga.”  Jawab si mbak dengan ekspresi awal agak terkaget karena saat itu dia sedang serius membaca buku.

“Terimakasih yaa…” Jawabku dan Sari.

Akhirnya aku pun bisa meletakkan kerilku dan meluruskan kaki setelah berkeliling kapal setengah jam lebih.

Aku pun segera mengeluarkan perlengkapan tidur. Keril kujadikan sebagai bantal, jaket untuk menutupi tubuh, dan slayer untuk menutupi wajah.  Yaaa… seperti biasa, kendaraan selalu membuatku mabuk. Dan kali ini siap-siap aku diserang mabuk laut kalau tidak segera tidur. Apalagi perjalanan ini akan ditempuh selama 6 jam.

“Sar, sorry yaaa.. seperti biasa.. hehehe..” aku pun berpamitan untuk tidur pada Sari.

“Ah, kamu… selalu deh. Kamu tidur, aku keliling kapal deh yaaa.. jagain nih tas aku juga.”

Sari sudah mulai paham kebiasaanku setiap melakukan perjalanan. Karena melakukan perjalanan bersamanya bukan kali pertama. Naik bus, pesawat, dan sekarang kapal. Penyakitku sama. Mabuk. Mabuk darat, laut, udara. Hanya berkendara dengan motor yang aku tidak akan mabuk. Dan obat mabukku adalah tidur.

Aku pun siap merebahkan diriku di lantai atap kapal feri ini. Sambil izin juga dengan si mbak yang di sebelahku.

“Mbak, maaf yaa.. saya tiduran dulu. Gak apa-apa kan mbaknya?”

“eh.. iya.. gak apa-apa mbak. Silahkan… masih lapang gini kok tempatnya.”

“hehehe… makasi ya mbak” aku pun berterimakasih sambil nyengir-nyengir ga jelas dan berusaha mengingat sesuatu.

Gadis ini wajahnya ga asing. Seperti pernah lihat dimana yaa..?? aku pun membatin. Berusaha mengingat. Aku pun bangun lagi dari posisi tidurku.

“Mbak… orang asli Karimun Jawa ya?” ku colek si mbak dan bertanya .

“hmm.. kenapa…?”

“Iyaaa.. mbaknya tinggal di Karimun Jawa atau Jepara?” aku menegaskan pertanyaanku.

“Oh… orang tua saya asli Semarang, tapi kami tinggal di Karimun Jawa. Kenapa mbak?” dia pun bertanya balik.

“Enggak… kita pernah ketemu gak ya? Wajah mbak ga asing.”

“Ah, masa sih? Saya ga pernah merasa ketemu mbak. Atau mungkin saya lupa. Euumm… tapi rasanya memang belum pernah.” Dia berusaha meyakinkanku.
Dan aku pun berusaha mengingat dimana aku pernah melihat si mbak ini.

“Mbak, sering bolak balik Karimun Jawa – Jepara ?”

“Enggak juga sih. Dulu saya SMA di Jepara. Yaa.. sebulan sekali saya pasti pulang ke Karimun Jawa. Tapi sejak lulus 4 tahun lalu, saya lebih sering tinggal di pulau. Saya terakhir ke Jepara 6 bulan lalu.”

“Setahun lalu mbak ada ke Jepara, ga?” aku sepertinya mulai mengingat sesuatu.

“hmmm….” Gadis cantik dihadapanku ini mulai berusaha mengingat.

“Ada sih beberapa kali. Bareng ibu, trus pernah jemput temenku yang mau liburan di pulau juga sih kalo ga salah.”

“Naaahh… pernah dimintai tolong buat foto-foto sekelompok wisatawan gitu ga mbak.?”

Aku semakin bersemangat ngobrol dengan gadis cantik ini. Dan seketika lupa akan mabuk laut ku.

“waaahh… ga ingat mbak. Dari jaman aku sering bolak-balik Karimun Jawa-Jepara, aku sering dimintai tolong buat foto-in orang-orang. Soalnya aku selalu duduk di atap kapal, dan pasti setiap orang yang ke atap kapal minta difoto. Jadi lumayan sering aku ambilin foto wisatawan gitu.”

“Yang setaun lalu mbak. Inget ga..?”

“Kenapa sih mbak?” nah lho… si mbak mulai heran dengan semua pertanyaanku.

“Enggak apa-apa mbak. Saya kan tadi bilang seperti pernah lihat wajah mbak. Saya sepertinya pernah lihat wajah mbak ada di salah satu foto seseorang. Hehehe…”



“Haaaahhh..!!”

“Mbak belum nikah kan?” pertanyaan kramat ini akhirnya terlontar.

“Be..lum..” dia pun menjawab dengan ekspresi bingung.

“Saya Nirina mbak, kalo mbak?” kusodorkan tanganku tanda perkenalan.

“Isna.” Jawabnya dengan nada yang masih bingung sambil menerima tanganku tanda perkenalan.

“Udah mbak, ga usah bingung. In Shaa Allah saya nanti main lagi ke Karimun Jawa, jadi kita kan bisa ketemu lagi dan jadi teman baik. Ya kan??  Saya istirahat dulu ya mbak. Udah mulai pusing.“

Aku pun langsung kembali merebahkan diri. Dan meninggalkan gadis cantik berhijab di samping ku ini yang masih bingung.

Sambil memejamkan mata aku pun tersenyum dibalik slayerku. Sempat kuintip kembali mbak Isna. Meski tadi sempat bingung, dia kembali membaca bukunya. Wajahnya kini tanpa ekspresi, dingin, sama seperti di foto candid si kakang.
Dan aku begitu bersemangat ingin segera menelepon kakang begitu sampai Yogya nanti. Dan bersiap mengajak kakang untuk liburan ke Karimun Jawa.

=================================================================


kisah ini  berkaitan dengan kisah sebelumnya >> DISINI

dan ceritanya bersambung apa enggak? we'll see.. hehehe...

Minggu, 25 Januari 2015

Selamat hey Partner Ngebolang

Hai kamu...
Beberapa hari sering sekali terlintas, tentang aku, kamu, dan semua perjalanan kita...
bahkan sampai pagi ini..
beberapa jam lagi sebelum kamu akhirnya sah menjadi milik lelaki itu.. :)
kamu yang pada akhirnya bertemu partner ngebolang yang baru... hihihi...

Kita.. dulu mungkin tak pernah terpikirkan di tahun berapa pada akhirnya kita mengakhiri perjalanan kesendirian kita,, dengan siapa kita akan bersanding...
yaaa.. kita mungkin tak pernah benar-benar sendiri,, kita selalu ada diantara kita. Apalagi ketika menjejak belahan bumi Indonesia lainnya.. kita saling membutuhkan :)

setelah 4 bulan lalu aku pada akhirnya menemukan partner ngebolang ku seumur hidup :)
hari ini.. kamu pun pada akhirnya menemukannya.
yaaa.. setidaknya aku merasa lega. Ketika kita tak lagi saling melengkapi saat melakukan perjalanan, kini ada dia, pun dia... lelaki kita masing-masing... yang akan selalu menjaga kita, melindungi kita, berjalan disamping kita.
Aku Bahagia..


Tapi Tenera Sari Siregar

Aku lupa entah apa yang menyebabkan kita bisa jadi partner ngebolang sesering dan selama itu...
Entah dari mana asal mulanya..
Pulau Tidung, Jakarta menjadi saksi pertama hubungan kita.. (halah) :D
iyaaa..destinasi wisata pertama kita.. yang ternyata tak puas samapai disitu...
langkah kaki kita terlalu ringan hingga kita sampai ke Bandung.

Pulau Tidung - Jakarta

Gedung Merdeka - Bandung

selanjutnya Sabang - Aceh, bersama beberapa teman yang lain,, lagi-lagi kita ada.. tetap lengkap berdua menikmati perjalanan...

Pantai Sumur Tiga - Sabang



Mesjid Baiturrahman - Banda Aceh




Kemudian. kita tak pernah berhenti.. selalu bermimpi menjejak di kota-kota Indonesia lainnya...
Jogja, Semarang, Surabaya...
aaahh... apalagi cerita Surabaya.. cerita perjalanan yang paling lucu dan entahlah buat ku.. mungkin kamu juga :D
ketika kita tak mengenal siapapun di Surabaya... hanya karena demi tiket promo pulang ke Medan via Surabaya, jadilah kita terdampar di Surabaya selespas dari Jogja.
nitip keril di stasiun, ngebecak ke Delta Plaza, nonton demi membunuh waktu, dan berakhir di Bandara Juanda, tidur di bandara karena takut telat flight pagi.

Parangtritis - Jogja
Ketep Pass - Jogja
Karimun Jawa - Jepara - Semarang

Kekonyolan kita... @ Karimun Jawa

Aku Bahagia.
Selamat untuk hari ini, hey kamu.
Partner ngebolangku sekian kali, sekian tahun...
meski kita kadang sesungguhnya ga cocok slama melakukan perjalanan, tapi toh kita ga pernah kapok ya untuk jalan berdua, jauh dari rumah, tak kenal siapapun di kota tujuan.

Tapi, sesungguhnya tak ada yang lebih bahagia dari perjalanan bersama partner hidup.
Maka nikmatilah...
Maybe someday kita bisa ngebolang bersama lagi, dengan para lelaki kita  :)

Happy Wedding Day Tapi dan Ufan.
doa terbaik untuk kalian berdua.
teruslah saling menjaga.. dan saling memberi rasa bahagia.

Sabtu, 20 Desember 2014

Gigi Hiu, Harta Karun Indonesia


Ini bukan petualangan kami yang pertama…
Bukan pula petualangan terjauh yg pertama…
Ya.. mungkin kalo petualangan antar kota atau antar pulau yang mengharuskan kami berkendara dengan pesawat, bus, dan kapal laut, jauhnya sudah tak perlu diperhitungkan.
Tapi,, kali inilah petualangan terjauh kami yang kedua.

Tahun lalu, kami menyusur beberapa pantai di gunung kidul, Jogja, dengan bermodal motor pinjaman dan navigasi dari papan penunjuk jalan plus sedikit bertanya dengan orang-orang sekitar.
Ban motor bocor, hujan, sayanya sempat ngambek *eh :D , dan bahasa penduduk yang saya sempat tak mengerti.. hihihi… ini bagian terlucu sebenernya…
terlahir bersuku jawa, tapi begitu diajakin ngomong jawa ga ngerti sama sekali… ahahah.. alhasil saya yang bertanya, saya yang bingung sendiri karena dijawab sama si ibu dengan bahasa jawa :D syukurnya sang partner masih fasih berbahasa jawa.

Kali ini, tahun ini.
Kami pun penasaran sama yang namanya Batu Layar-Gigi Hiu, Desa Pegadungan, Kec. Kelumbayan, Kab. Tanggamus, Lampung.
Masih sama.. dengan bermodal motor pinjaman, nekat berangkat ke TKP hanya dengan panduan arah melalui pesan singkat seorang teman yang pernah kesana.
2 jam pertama jalanan masih sangat bisa ditolerir. Melewati Bandar Lampung, kemudian Kabupaten Pesawaran yang terkenal dengan bibir pantainya yg kece abis… Jalanan masih aspal, meski ditemukan beberapa kali tak mulus, masih wajar.
Masuk lah 2 jam selanjutnya, jalanan menurun, menanjak, disertai batu kerikil, hingga bebatuan sedang, plus tanah merah, belum lagi ditemukan tanah yg terbelah, mungkin karena aliran air hujan.
Sempat salah arah, Tanya sana-sini, bensin nyaris abis ditengah perkampungan yg jarang penghuni, dan mendekati TKP, orang yang menjadi rekomendasi teman kita untuk dihubungi malah tidak ada di tempat.

Lelah yang ga bisa lagi diutarakan.
Adalah seorang pemuda setempat bernama Iam, yang akhirnya menemani perjalanan kami sampai ke lokasi sesungguhnya.
Berangkat dari Bandar Lampung pukul enam pagi, dan tibalah kami di lokasi Batu Layar, Gigi Hiu pukul satu siang.
Lamaaaaa..?? iya..
Tapi semuanya terbayaaaaarr…
Indonesia punya nih… ;)
Meski harus menghabiskan banyak waktu, meski tubuh harus terombang-ambing di atas motor, meski tangan pegal ga karuan menahan gas dan rem motor.






bareng Iam si pemuda setempat



Kami pun tak sempat berlama disana, karena waktu yang tidak memungkinkan. Bersiap kembali menuju Bandar Lampung, eh.. di jalan pulang malah di guyur hujan.
Dan asli.. di bagian yang ini, kami nyaris menyerah. Jalanan menanjak dengan bebatuan plus tanah merah membuat motor yang kami kendarai oleng dan nyaris jatuh.
Hanya bisa banyak berdoa saat itu.

Jadi.. disarankan bagi yang ingin berkunjung ke Batu Layar, sebaiknya pastikan cuaca, fisik tubuh, dan fisik motor dalam kondisi sehat.
Tidak disarankan menggunakan motor matic seperti kami, kecuali anda sudah expert :D

Terimakasih untuk kesempatan yang pernah ada hingga bisa sampai kesana..
Hey partner petualangan seumur hidup saya… mari bersiap mengunjungi destinasi lainnya ;)